Pat Shien
Sejak kecil Lii Dong Bin sudah memperlihatkan bakatnya untuk menjadi orang luar biasa. Kegemarannya yang utama adalah membaca. Segala macam buku yang pernah dibacanya takkan pemah dilupakan. Pada usia 15 tahun, ia mengikuti ujian dan lulus dengan gelar Qi-ren (Ki-jin-Hokkiah). Pada masa pemerintahan Kaisar Wu Zong (841-846) pemah dua kali ia gagal dalam ujian Jin-shi (Cin-su-Hokkian) yaitu setnacam gelar saijana pada jaman dahulu. Baru pada waktu pemerintahan Kaisar Yi Zong (860-873) ia berhasil lulus, lalu ditugaskan memangku jabatan sebagai pejabat tinggi seperti Bupati. Karena pada saat ini negara sedang dalam keadaan kacau akibat pemberontakan yang dipimpin oleh Huang Chao yang berasal dari Shan-dong, pada tahun 874, Lii Dong Bin meletakan jabatannya dan pergi berkelana.
Dalam pengembaraannya itu, ia bertemu dengan Han Zhong Li (Han Ciong Lee-Hokkian) atau Zhongli Quan (Ciongli Koan-Hokkian), yang mengajarnya ilmu pedang. Sejak itu Lu selalu membawa pedang yang menjadi ciri khasnya dan memperoleh sebutan Chun Yang Zi (Tun Yang Cu-Hokkian). Kemudian Han Zhong Li membawanya ke pegunungan Zhong Nan Shan (Ciong Lam San-Hokkian), di puncak He Ling ia mengajarkan ilmu kedewaan kepada Lii Dong Bin. Setelah memiliki iiniu tersebut dan menjadi dewa, Lii Dong Bin berkelana disekitar Sungai Besar (Yang Zi) dan propinsi Zhejiang. Banyak perbuatan yang dilakukannya di wilayah itu, tapi ia tidak pernah mengatakan namanya yang sebenarnya, hanya menyebutkan bahwa ia adalah Hui Da o Ren (Hui To Jin-Hokkian) yang berarti Pendeta Hui.
Kejadian-kejadian penting dalam pengembaraannya adalah bagaimana Lii Dong Bin membunuh seekor siluman naga yang mengganas di sungai besar, wilayah Jianghuai. Sudah lama penduduk daerah itu dicekam ketakutan akan keganasannya naga itu. Pembesar negeri juga tidak berdaya, sudah banyak orang yang pandai didatangkan tapi sang naga siluman tetap tak tertaklukkan. Akhirnya Lii Dong Bin dengan pedang pusakanya berhasil membunuh sang naga. Penduduk sangat berterima kasih kepadanya. Kemudian ia pergi ke Yue Yang untuk melanjutkan cita-citanya yaitu mengamalkan dan mencari calon murid untuk mewarisi ilmunya untuk kebahagiaan umat manusia. Setelah seharian hilir mudik di kota itu, Lii Dong Bin masuk ke sebuah kedai dan makan sekenyangnya. Setelah makan, ia pergi begitu saja. Anehnya, perempuan pemilik kedai juga tidak menegur atau menyapa. Keesokan harinya Lii Dong Bin datang lagi ke situ dan seperti kemarin ia makan sekenyangnya dan pergi begitu saja. Si perempuan pemilik warung tetap saja seperti biasa, tidak bereaksi. Ia jadi heran, keesokan harinya ia mampir ke kedai itu dan si pemilik warung tetap melayaninya dengan ramah. Lii Dong Bin mengeluarkan sebuah burung kertas, yang kemudian diletakkan di dinding. Ia lalu berkata kepada pemilik kedai, karena ia telah beberapa hari makan tanpa bayar, biarlah burung kertas yang melekat di tembok itu sebagai ganti pembayarannya. Kepada para tamu yang ingin dihibur cukup memanggil nama burung itu dan seekor burung sesungguhnya akan muncul menghibur para tamu. Si perempuan pemilik kedai meskipun kurang percaya akan apa yang dikatakan oleh Lii Dong Bin, dengan senang hati menjamunya seperti biasa. Ternyata apa yang dikatakan Lii Dong Bin betul-betul teijadi. Sejak itu kedainya menjadi terkenal karena banyak tamu datang untuk melihat burung ajaib itu dan mendatangkan keuntungan berlimpah pada sang pemilik yang berhati baik itu. Kedainya dibongkar dan kemudian didirikan sebuah rumah makan yang megah dari uang yang diperolehnya dari burung kertas itu. Ketika Lii Dong Bin datang lagi, dia mengingatkan si perempuan pemilik kedai agar tetap berlaku baik dan banyak menolong orang walaupun telah menjadi kaya. Rumah makan yang megah itu diberi nama “Feng He Lou ” dan masih ada sampai sekarang di kota Yue Yang.
Sebuah kisah lain mengatakan bahwa Lii Dong Bin datang ke Yue Yang dengan menyamar sebagai pedagang minyak. Ia bermaksud menurunkan ilmu kedewaan pada siapa saja yang tidak minta tambahan kalau membeli minyak darinya. Selama setahun di situ, ia hanya menemui seorang, yang tidak tamak dan mementingkan diri sendiri, yaitu seorang perempuan tua. Lii Dong Bin pergi ke rumah perempuan itu dan mcnaburkan beberapa butir beras ke dalam sumur yang terletak di pekarangan rumah itu. Air sumur itu secara ajaib berubah menjadi arak. Dari hasil penjualan arak itu akhirnya si perempuan tua itu menjadi kaya.
Sebuah buku untuk skenario sandiwara yang terbit pada jaman Dinasti Yuan (1280-1368) memuat cerita dengan judu l “Delapan dewa merayakan ulang tahun”. Dalam buku itu disebutkan bahwa Lii Dong Bin, Han ZhOng Li, Zhang Gu o Lao, Li Tie Guai, He Xian Gu, Lan Cai He, Han Xiang Zi dan Cao Guo Jiu secara bersama-sama disebut Ba-xian atau Delapan Dewa. Sejak itu nama Lii Dong Bin, bersama-sama kisah Ba-xian tersebar kemana-mana dan menjadi tokoh yang dikenal tiap orang.
Sebuah versi lain mengatakan bahwa Lii Dong Bin adalah Lii Fu Xian Shi (Lu Hu Sian-su-Hokkian) yang berarti “Dewa Guru dari keluarga Lii”. Setelah lulus ujian Jin-shi, ia bersama-sama Zheng Yang Zhen Ren (Han Zhong Li) belajar ilmu kedewaan. Dikisahkan pada waktu itu Lu bertemu dengan Han Zhong Li di sebuah kedai. Han saat itu sedang memanaskan arak di perapian sambil bercakap-cakap, Lii yang masih berkeinginan untuk menikmati keduniaan tertidur dan bermimpi seakan-akan ia diangkat menjadi seorang pejabat tinggi. Ia hidup dalam kemewahan. Tapi setelah lima puluh tahun, suatu kesalahan berat telah mengakibatkan ia harus menjalankan hukuman buang dan keluarganya bercerai-berai. Dalam kesendiriannya, ia mulai merasakan suatu kekosongan da n udak kelanggengan keduniawian dan ia terbangun. Semua impian yang baru dialaminya ternyata hanya terjadi dalam waktu yang sangat pendek. Sedang arak yang direbus oleh Han Zhong Li belum juga hangat Sejak itu ia ikut Han Zhong Li belajar ilmu kedewaan dan ilmu pedang, dan kemudian menjadi dewa.
Suatu ketika kaisar pertama Dinasti Ming (13 68-1644), Ming Tai Zu (Beng Thay Couw-Hokkian), sangat gelisah. Hal ini disebabkan karena kepalanya ditumbuhi bisul. Apabila bisul itu tersentuh, sakitnya bukan buatan. Susahnya, beliau ingin bercukur dan beberapa tukang cukur yang bertugas telah dihukum mati karena pada saat menjalankan kewajibannya secara tidak sengaja menyentuh bisul itu. Para tukang cukur seluruh ibukota menjadi gelisah, takut jangan-jangan mereka diharuskan untuk mencukur beliau dan menyentuh bisul celaka itu.
Pada suatu hari, Lii Dong Bin yang sedang melayang-layang di udara menyaksikan hal itu. Timbulah perasaan iba dalam hatinya. Dia lalu turun ke bumi dan menyamar sebagai tukang cukur dan menghadap kaisar. Sewaktu telah selesai bercukur, bisul sang kaisar tidak hanya tidak tersentuh tapi juga sembuh sama sekali, dua hari kemudian. Ming Tai Zu girang sekali dan memberinya banyak barang berharga. Tetapi Lii Dong Bin menolak, Ia hanya minta sebuah bendera merah dan pergi meninggalkan istana kaisar. Begitu keluar bendera merah itu ditancapkan di depan sebuah kedai tukang cukur, kemudian Lii Dong Bin lenyap. Para tukang cukur yang ada diselurah pelosok kota, sangat berterirna kasih atas kebaikan Lii Dong Bin. Mereka kemudian mengangkatnya sebagai Dewa pelindung tukang cukur.
Ada lagi satu pendapat yang mengatakan bahwa Lii Dong Bin adalah seorang sastrawan yang hidup pada jaman Dinasti Tang. Ia sesungguhnya bernama keluarga Li dan pemah menjadi pejabat Ia berputra dua orang, tetapi sayang, kedua putranya meninggal secara berurutan dalam usia muda. Dalam kesedihannya, ia membawa istrinya ke gunung untuk bertapa. Karena mereka sekarang hanya berdua, suami-istri tanpa anak, nama keluarga dirubah menjadi “Lii”, yang dalam huruf Tionghoa merupakan tulisan yang terdiri dari dua humf “mulut”. Juga karena tinggal berdua dalam gua, mereka merasa sebagai tamu di situ. Ia lalu merubah namanya menjadi “Dong Bin”, yang berarti “tamu dalam gua”.
Mengenai nama aliasnva vaitu Chun Yang, ada pendapat yang mengatakan karena Lii Dong Bin menduda setelah istrinya meninggal, disebut Chun Yang, yang berarti “Yang murni”.
Lii Dong Bin, di dalam pertapaannya, pemah mengarang kitab yang bernama “Yin Fu Ba Ping Zhen Jing” (Im Hu Pat Bin Cin Keng-Hokkian). Tetapi, karena pada masa itu tidak ada orang yang mau mempelajarinya, ia menjadi kecewa. Akhirnya kitab itu di simpan dalam sebuah tiang batu di Kelenteng Nan Hua Si (Lam Hoa Si-Hokkian) dan menunggu seseorang yang beijodoh untuk mengambilnya. Kemudian, pada saat kuil Nan Hua Si dipugar, buku i t u ditemukan dan dipelajari. Katanya, siapa saja yang berhasil memahami isi buku itu dan mengikuti petunjuknya dalam bertapa, dapat naik ke langit dan menjadi dewa. Yu Huang Da Di menjadi heran dan menanyakan kepada para dewa bam, siapa sebetulnya gurunya. Mereka semua tidak tahu. Mereka menyatakan bahwa mereka menuruti petunjuk sebuah kitab yang ditemukan di Nan Hua Si. Segera Yu Huang Da Di memeriksa kitab itu dan ia mendapat nama Lu Dong Bin tertera di situ. Di panggilnya Lii Dong Bin dan diberi gelar Fu You Di Jun yang berarti “Mahadewa yang bantuannya dapat dipercaya”.
Lii Dong Bin sangat dihormati oleh kaum sastrawan, sebab itu ia dimasukkan ke dalam salah satu dari lima malaikat Wen-chang (Dewa pelindung pendidikan).
Di Taiwan banyak kelenteng yang memuja Lii Dong Bin, Diantaranya yang terbesar adalah Zhi Nan Gong (Ci Lam Kiong-Hokkian) yang terletak di pegunungan Muzha sebelah utara Taipei. Masyarakat umumnya menyebutnya Xian Gong Miao (Sian Kong Bio-Hokkian).
Riwayat berdirinya Kelenteng Zhi Nan Gong ini cukup menarik, sehubungan dengan kemukjizatan Fu You Di Jun atau Lii Dong Bin. Pada masa pemerintahan Kaisar Guang Xu dari Dinasti Qing, di daerah perdagangan Meng Jia yang makmur, ada seorang pemahat ulung. Patung-patung pemujaan hasil pahatannya, sangat menarik perhatian orang-orang disekitar tempat itu. Diantara sekian banyak patung hasil pahatannya yang paling terkenal adalah sebuah patung yang ditempatkan di ruang baca di dalam rumahnya. Patung ini sering menunjukkan kemukjizatan, sehingga banyak orang dari tempat lain datang ke situ untuk membuatkan patung. Pada tahun Guang Xu ke-14,dua orang penduduk Jing-wei (sekarang wilayah Jing-mei) bernama Gao Lian San (Koo Lian Sam-Hokkian) dan Liu Ting Yu (Lauw Ting Giok-Hokkian), datang ke tempat pemahat Mereka ingin membuatkan sebuah patung yang sama dengan yang dipuja di ruang buku si pemahat. Kemudian, patung baru itu ditempatkan di sebuah kelenteng kecii yang disebut Tun Feng She.
Ternyata patung yang ditempatkan di Tun Feng She itu memiliki kemukjizatan yang sama dengan yang ditempatkan di ruang buku si pemahat dan menjadi pujaan orang banyak. Para tamu yang datang bersembahyang ke situ makin hari makin besar jumlahnya. Kepala tempat itu yaitu Zhang De Ming, atas persetujuan para penganut, akhirnya memutuskan untukmemperbesar tempat ibadah itu. Maka pada tahun Guang Xu ke-17 bulan 1, di tempat itu di bangun kelenteng baru yang selesai pada bulan 9 tanggal 30 tahun yang sama. Pada masa pendudukan Jepang, meskipun menghadapi masalah sulit, para penganut mengadakan pengumpulan dana lagi untuk meneruskan pembangunan kelenteng itu, sekaligus untuk mempertebal semangat persatuan rakyat setempat yang sedang mengalami penjajahan bangsa lain. Tempat inilah sekarang menjadi sebuah kelenteng besar dan indah yang dikenal sebagai Zhi Nan Gong, yang merupakan salah satu tempat wisata utama di sekitar Taipei.
Di propinsi Guang-dong, di kabupaten Mei-xian, terdapat juga sebuah Kelenteng Fu You Di Jun yang besar dan banyak dikunjungi orang. Sekarang ini, kelenteng itu dipugar secara besar-besaran dengan sumbangan dana dari orang-orang Tionghoa perantauan di Burma dan Muangthai.
Li He Guai (Lie Thi Koay-Hokkian) atau sering juga disebut Tie-guai Li, yang berarti “Li si tongkat besi”, adalah salah satu dari Delapan dewa atau Ba Xian (Pat Sian-Hokkian). Li Tie Guai adalah penduduk asli Shan-zhou, yang hidup pada jaman Dinasti Sui (581-618). Patung atau gambarnya dipasang di loko-toko obat, karena beliau di anggap sebagai dewa pelindung bagi para pembuat obat Li selalu ditampilkan sebagai seorang pengemis yang berpakaian compang-camping, pincang dan membawa tongkat besi, sambil menjinjing sebuah buli-buli merah. Sebab itulah Li Tie Guai juga dipuja oleh para pengemis sebagai dewa pelindungnya.
Nama asli Li Tie Guai adalah Li Xuan (Li Hian-Hokkian). Ia belajar rahasia ilmu kedewaan dari Xi Wang Mu, dewi tertinggi di kawasan surga bagian barat. Orang tuanya meninggal ketika ia masih balita dan ia dipelihara oleh kakak tirinya yang kejam. Suatu hari, ia melarikan diri ke gunung dan ditemukan oleh Xi Wang Mu (See Ong Bo-Hokkian), daiam keadaan sakit dan menderita, karena koreng besar yang menggerogoti kakinya. Berkat kekuatan gaib Xi Wang Mu, luka di kaki Li Xuan berhasil disembuhkan. Dewi itu menghadiahkan sebatang tongkat besi dan mengajarkan rahasia ilmu kedewaan. Kemudian ia menyuruh Li Xuan berkelana sambil mengajarkan Taoisme kepada umat manusia. Murid/pertamanya adalah Han Zhong Li yang kemudian juga menjadi salah satu dari Ba Xian atau Delapan dewa.
Sebuah versi lain mengatakan bahwa Li Xuan menerima ilmu kedewaan dari dewa tertinggi Taois yaitu Tai Shang Lao Jun (Thay Siang Loo Kun-Hokkian). Pada suatu hari, Lao Jun mengundang ke gunung Hua Shan. LJntuk memenuhi undangan itu, Li Xuan harus meninggalkan badan kasarnya selama tujuh hari. Selama bepergian, itu ia menugaskan seorang muridnya untuk menjaga badan kasamya dengan pesan bahwa kalau dalam tujuh hari ia tidak bangun, tubuh itu boleh dibakar saja. Tapi malang tak dapat ditolak, sang murid pada hari keenam aipanggil pulang karena ibunya sedang sakit keras. Terpaksa ia membakar tubuh sang guru dan setelah semuanya usai, ia bergegas pulang. Roh Li Xuan kembali mencari tubuhnya tepat pada hari ketujuh. Karena tidak dapat menemukan, ia memasukki badan seorang pengemis pincang yang bam saja meninggal. Akhirnya Li Xuan yang tampan itu, berubah menjadi seorang pengemis bongkok dan jalannya dibantu oleh sepasang tongkat besi. Karena itulah ia kemudian di kenal dengan nama Tie-guai Li. Tai Shang Lao Jun memberinya sebuah gelang kepala dari emas, untuk menjepit rambutnya supaya agak rapi.
Li Tie Guai berkelana mengajar Taoisme dan mengobati orang yang sakit. Ia kemudian menyembuhkan ibu muridnya yang telah melalaikan kewajibannya, lalu lenyap bersama hembusan angin.
Sebuah kisah lagi adalah pertemuan antaraLi Tie Guai dengan seorang penjaga malam yang bernama Zhao Tu di kota Li Nan. Ia memasukki sebuah tungku yang sedang menyala dan minta sang penjaga malam menirunya. Zhao Tu melihat hal itu, tentu saja tidak berani meniru perbuatan si pengemis.
Li Tie Guai lalu menginjak daun yang terapung di sungai dan mengatakan agar menganggap daun itu sebuah perahu untuk menyeberang. Tentu saja sang penjaga malam sekali lagi menolak ajakannya. Li Tie Guai lalu mengatakan bahwa ia terlalu berat akan keduniaan, sulit untuk mencapai kesempumaan sebagai dewa. Li lalu menginjak daun yang terapung itu dan pergi. Hari lahir Li Tie Guai diperingati pada tanggal 8 bulan 4 Imlik.
Han Zhong Li (Han Ciong Le-Hokkian) atau Zhong-li Quan (Ciong-li Koan-Hokkian) adalah seorang yang hidup pada jaman Dinasti Han. Ia mempunyai gelar Zheng Yang Zi (Ceng Yang Cu-Hokkian). Han Zhongli dilahirkan di kota Xian yang (dekat Xian) propinsi Shanxi, jaman dinasti Han dan ia adalah putra dari seorang pejabat tinggi. Setelah dewasa, ia menjadi jenderal pada angkatan perang Kerajaan Han. Dalam suatu pertempuran ia kalah dan melarikan diri ke gunung Zhong Nan Shan. Di sana ia bertemu dengan Li Tie Guai yang kemudian mengajarkan ilmu kedewaan. Ia turun kembali untuk berkelanan dan untuk mengamalkan ilmunya, menolong rakyat dari gangguan siluman harimau, dan merubah tembaga menjadi emas perak untuk menolong kaum miskin. Han Zhong Li kemudian menurunkan ilmunya kepada Lii Dong Bin.
Sebuah versi lain mengatakan bahwa Han Zhong Li sebenarnya adalah seorang pendeta Taois yang bernama Zhong-li Zi (Ciong-li Cu-Hokkian). Sedangkan versi lain mengatakan bahwa ia sesungguhnya seorang pengemis yang bemama Zhong Li. Pada waktu teijadi bencana kelaparan, ia menunjukk^n kesaktiannya dengan mengubah perunggu menjadi perak. Benda itu dibagi-bagikan diantara orang miskin sehingga ia dapat menjualnya dan memperoleh makanan. Suatu hari dalam meditasinya di sebuah gua, ia melihat sebuah kitab muncul di hadapannya. Setelah dibuka, ternyata isinya adalah rahasia ilmu kedewaan. Setelah menuruti petunjuk dari kitab itu, dia merasakan gua tempatnya bertapa berkumandang suara musik dan dipenuhi mega wama-wami. Seekor bangau muncul dan kemudian menerbangkannya ke alam kedewaan.
Han Zhong Li dilukiskan sebagai seseorang yang gemuk, berwajah ramah, beijenggot, memakai baju yang selalu menampakkan perutnya yang gendut dan membawa kipas dari bulu.
Kelima tokoh lain dari delapan dewa adalah :
Pada waktu itu seorang pendeta Taoist kenamaan yang sedang bekeija di istana, ditanya oleh kaisar bahwa siapa sesungguhnya Zhang Guo Lao ini. Ye Fa Shan, sang pendeta Taoist, mengatakan bahwa ia dapat memberitahukannya asul-usul Zhang tapi setelah itu ia akan mati di kaki Kaisar. “Saya dapat hidup kembali asalkan Sri Baginda bersedia minta maaf kepada Guo Lao atas kelancangan saya, tapi Baginda hams menghadapnya dengan telanjang kaki dan tidak memakai mahkota”, pesan Fa Shan. Begitulah, setelah Fa Shan mengatakan bahwa Zhang sesungguhnya adalah seekor siluman kelelawar putih dari ribuan tahun yang silam, ia jatuh dan mati. Kaisar Xuan Zong menemui Zhang untuk minta maaf atas kelancangan Faf han. Zhang Guo Lao memercikkan air ke muka Fa Shan, yang kemudian hidup kembali.Zhang kembali ke pegunungan Hengzhou dan meninggalkan di sana sekitar tahun 746 Masehi. Ketika seorang murid membuka kuburannya, temyata jenazah Zhang lenyap dan kuburan itu kosong.Zhang Guo Lao sering dilukiskan dengan menunggang keledai, dengan muka menghadap ke belakang, membawa alat musik yang bemama Yu-gu (berwujud tabung bambu dengan dua buah tongkat penabuhnya).
Sebuah versi lain mengatakan bahwa Xiang Zi merupakan murid Lii Dong Bin. Suatu ketika Lii membawanya naik ke puncak sebuah pohon persik ajaib. Han terpeleset jatuh, dalam jatuhnya itu tiba-tiba ia menjadi dewa. Ada juga versi yang mengatakan bahwa ia tewas ketika jatuh dari pohon itu, tapi kemudian menjelma kembali dan mengalami berbagai kejadian seperti yang telah di singgung di atas, bersama Han Yu. Han Xiang Zi dilukiskan dengan membawa seruling dan berwajah tampan, berpakaian seperti seorang yang terpelajar. Ia dianggap sebagai Dewa pelindung para peramal.
Versi lain mengatakan ia adalah seorang dewa dari kahyangan yang telah melakukan pelanggaran. Akibatnya ia diturunkan ke bumi untuk menjalani hukuman. Suatu hari dalam pengembaraannya, ia bertemu Li Tie Guai dan mengajamya ilmu kedewaan. Bersama-sama Li, akhimya ia menjadi salah satu dari delapan dewa.
Berlahan-lahan ia merasakan suatu perubahan dalam dirinya. Ia sekarang tidak perlu makan. Kaisar wanita Wu Ze Tian (Bu Cek Thian-Hokkian) memanggilnyamenghadap karena mendengar kesaktiannya itu. Dalam peijalanan ke istana ia lenyap dari pandangan orang biasa dan ia telah menjadi dewa. Konon ia pernah muncul pada tahun 750 M, melayang diantara awan yang beraneka wama di atas kelenteng Ma-gu, di kotag uang Zhou.
Versi lain mengatakan bahwa ia sesungguhnya adalah anak perempuan seorang pemilik kedai minuman di kota Ling-ling, propinsi Hunan. Ia menjadi dewi setelah makan sebuah persik yang berkhasiat memperpanjang usia, pemberian Lii. Dong Bin, yang diambil dari kebun persik Xi Wang Mu. Suatu ketika ia tersesat di hutan dan diganggu oleh siluman, Lii Dong Bin menolongnya dengan menggunakan pedang wasiatnya.
He Xian Gu ditampilkan sebagai seorang gadis cantik, membawa setangkai bunga teratai mustika, kadang-kadang juga membawa sebatang kebutan. Baik ditampilkan secara bersama-sama atau atau satu persatu, Delapan Dewa adalah tokoh-tokoh yang paling populer bagi orang Tionghoa. Gambar dan patung mereka yang terbuat dari porselin terdapat di mana-mana, seperti mangkok teh, kipas, barang-barang sulaman, sampai hiasan-hiasan gedung. Mereka ini melambangkan kebahagiaan dan keharmonisan dan angka “delapan” secara tradisional mempunyai arti yang membawa kebaikan.
Diantara Delapan Dewa itu ada orang-orang yang pemah hidup yaitu Han Zhong Li, Zhang Guo Lao dan Lu Dong Bin, sedangkan yang lain hanya muncul dalam fabel dan cerita-cerita roman. Tapi mereka mewakili berbagai macam manusia, tua, muda, pria, wania, sipil, militer, kaya, miskin, cacat, bangsawan, sastrawan dan mereka juga mewakili tokoh yang hidup pada jaman yang tidak bersamaan.
Kisah-kisah tentang Delapan Dewa ini, mulai dikenal jaman dinasti Tang dan dituturkan dari mulut ke mulut dikalangan rakyat dan dicatat oleh para penulis. Tapi barulah pada jaman Dinasti Ming, kisah Ba Xian seperti yang sekarang kita kenal melalui buah kalam seorang penulis, Wu Yuan Tai yang merangkai kisah “Delapan Dewa menyeberangi Lautan timur”, memperoleh bentuk. Dalam kisah ini diceritakan, mereka dalam peijalanan pulang dari pesta yang diselenggarakan oleh Xi Wang Mu (See Ong Bo-Hokkian). Ketika sedang melintasi lautan Timur, Raja Naga Laut Timur mempunyai pikiran untuk mencuri pusaka-pusaka mereka dan menangkap Delapan Dewa itu. Mereka segera melancarkan aksinya dengan mengerahkan pasukan laut Ba Xian tentu saja tidak tinggal diam. Pertempuran terjadi dan berakhir dengan kekalahan si Raja Naga.
Kecuali Lii Dong Bin, pemujaan Delapan Dewa secara terpisah-pisah jarang terdapat Tapi pada saat-saat yang menyenangkan, seperti pesta nerkawinan atau pernberkatan rumah bam dan lain-lain, di kalangan rakyat selalu saja ada kebiasaan menempelkan gambar Ba Xian diselembar kain merah dengan diberi kata-kata pujian, Pemujaan Ba Xian secara bersama-sama selain terdapat di Taiwan dan Daratan Tiongkok juga terdapat di Malaysia dan Indonesia.