Tiong Than Goan Swee
Panggilan yang umum bagi Zhong Tan Yuan Shuai (Tiong Than Goan Swee-Hokkian) adalah Tai Zi Ye (Thay Cu Ya-Hokkian). Zhong Tan Yuan Shuai ini sesungguhnya adalah putra ketiga dari Li Jing (Li Cing-Hokkian) seorang panglima tinggi yang mengepalai garnisun kota Chen Tang Guan (Tan Tong Koan-Hokkian) pada jaman dinasti Yin atau Shang (1766-1402 SM). Nama aslinya adalah Li Ne Zha (Li Lo Cia-Hokkian) Li Ne Zha adalah komandan Pasukan Langit yang bertugas mengawasi bangunan dan kuil-kuil suci, dan juga berkewajiban melindungi anak-anak yang berusia 8 tahun sampai 12 tahun, terutama yang suka bermain-main di sungai atau di tepi pantai. Dalam mengawasi bangunan suci dan para orang suci lainnya, Li Ne Zha seringkali tampak sebagai pengawal dari Bao Sheng Da Di (Poo Tay Tee-Hokkian) dan Tian Shang Sheng Mu (Thian Siang Seng Bo-Hokkian). Di kelenteng Ci An Gong (Cu An Kiong-Hokkian), yang terletak di jalan Dasun, Lasem, Li Ne Zha atau Zhong Tan Yuan Shuai dipuja berdekatan dengan Tian Shang Sheng Mu, dan juga diarak tiap hari Cap gome bersama-sama.Pemujaan terhadap Zhong Tan Yuan Shuai ini, seperti juga Qi Tian Da Sheng, sangat luas, baik dipuja tersendiri ataupun sebagai pelengkap. Kelenteng yang khusus memuja Zhong Tan Yuan Shuai biasanya disebut Tai Zi Miao (Thay Tju Bio-Hokkian), yang berarti Kelenteng Sang Pangeran. Ini tidak aneh karena Ne Zha seringkali disebut sebagai San Tai Zi (Sam Thay Cu-Hokkian) yang berarti Pangeran Ketiga, sebab dia adalah putra ketiga dari Li Tian Wang (Li Thian Ong-Hokkian).
Selain di Tiongkok Daratan, pemujaan terhadap Li Ne Zha juga meluas di Taiwan. Hampir ditiap kelenteng besar di pulau itu terdapat altar pemujaannya Sepanjang tepi sungai Tai-Jiang juga banyak terdapat kelenteng yang khusus memuja Dewata ini antara lain Sha Tao Gong (See To Kiong-Hokkian) yang disebut juga Ding Tai Zi Miao (Teng Thay Cu Bio-Hokkian), Kun Sha Gong yang juga disebut Xia Tai Zi Miao (Hee Thai Cu Bio-Hokkian) atau kelenteng Thay Cu Bio bagian bawah. Pada jaman pemerintahan Kaisar Dao Guang dari dinasti Qing, abu dari Xia Tai Zi Miao diambil sebagian dan dibawa ke sebuah kelenteng yang kemudian di sebut Jian An Gong (Kian An Kiong-Hokkian). Kecuali ketiga kelenteng terbesar yang disebut di atas, masih banyak kelenteng Tai Zi Ye yang lebih kecil, antara lain Fu An Gong (Hok An Kiong-Hokkian). Di Malaysia dan Singapura banyak terdapat kelenteng yang memujanya, juga di Indonesia. Selain itu di kelenteng banyak juga yang memuja Tai Zi Ye di rumah.
Riwayat Tai Zi Ye secara lengkap dapat dibaca dalam novel Feng Shen. Dalam bab 12 pada novel itu diceritakan antara lain sebagai berikut.
Jenderal Li Jing komandan garnisun kota Chen Tang Guan sedang gelisah karena istrinya telah mengandung selama 36 bulan tapi belum juga melahirkan. Kandungan ini merupakan calon putranya yang ketiga. Putranya yang tertua yaitu Jin Zha (Kim Cia-Hokkian), dan yang kedua Mu Zha (Bok Cia-Hokkian), tidak ada di rumah karena sedang berguru pada orang-orang sakti. Malam itu Nyonya Li bermimpi kedatangan seorang pendeta Taoist yang membawa sebuah bola, berwarna merah yang dilemparkan ke perutnya sambil berkata “Inilah putramu, terimalah”. Bola itu lalu masuk ke pusamya. Nyonya Li tersadar dan merasakan perutnya sakit sekali. Para pelayan menjadi panik dan segera memberi tahu Li Jing, Temyata dari kandungan sang Nyonya yang lahir bukanlah bayi, tetapi hanya sebuah bola daging yang bergulir kian kemari. Li Jing terperanjaL Dia mengira, silumanlah yang lahir dari kandungan istrinya. Dia mengambil pedang dan dibelahnya bola daging tersebut Dari dalamnya meloncat seorang anak kecil yang berpakaian merah dan tangan kanannya memakai gelang emas. Begitu muncul sang anak segera berteriak memanggil ayahnya. Li Jing sangat sayang yang pada putranya yang ketiga ini dan di berinya nama Ne Zha (Lo Cia-Hokkian).
Pada suatu hari Ne Zha yang berusia 7 tahun, mengajak pelayannya untuk mandi di sungai Jiu Wan He, karena hari sangat panas. Di sungai itu Ne Zha berendam dan berenang sepuas-puasnya. Oto (pakaian penutup dada dan perut) merah yang dibawanya sejak lahir dilepas dan dicuci. Dia tak menyadari bahwa hai ini akan mengundang bencana. Oto itu adalah benda pusaka. Begitu benda itu dimasukkan ke dalam air, seketika itu juga air bembah menjadi merah dan mendidih. Dia tak tahu bahwa sungai Jiu Wan Ho adalah pintu masuk ke laut timur tempat Dong Hai Long Wang (Tong Hay Liong Ong-Hokkian) atau Raja Naga Dari Laut Timur menetap.
Melihat lautan goncang dan para satwa air banyak yang mati, Hai Long Wang menjadi murka. Ia memerintahkan seorang penggawa laut untuk memeriksa. Penggawa ini melihat seorang anak kecil berendam dengan oto yang menimbulkan bencana. Tanpa banyak bicara ia menyerang. Ne Zha melihat seekor mahluk yang menakutkan menyerangnya, tanpa pikir panjang lalu melemparkan gelang pusakanya. Benda itu telah menghantam kepala sang penggawa laut yang seketika itu juga mati. Sang Raja Naga semakin murka, maka putranya, Ao Ping, di perintahkan untuk menangkap dan menghukum Ne Zha. Pangeran Naga ini tewas dan ototnya dicabut oleh Ne Zha. Seperti tak terjadi sesuatu apapun, Ne Zha pulang menemui ayahnya dan menceritakan itu kepada ayahnya. Sang ayah marah sekali, sebab peristiwa itu akan berekor panjang. Betul juga, Hai Long Wang datang menemui Li Jing minta pertanggung jawaban atas kelakuan anaknya. Akhirnya Ne Zha reia menerima hukuman, asal orang tuanya jangan diganggu. Di hadapan sang Raja Naga, Ne Zha bunuh diri sebagai tebusan atas perbuatannya membunuh putra Naga itu. Rohnya pergi melayang menemui gurunya yaitu seorang Taoist terkemuka, Tai Yi Zhen Ren (Thay It Ijin Djin-Hokkian). Ibunya lalu mendirikan sebuah kuil untuk memperingatinya. Kelenteng itu selalu ramai dikunjungi orang, karena orang datang untuk mengajukan perrnohonan selalu terkabul. Li Jing. mendengar hai itu menjadi gusar sekali. Ia menganggap Ne Zha adalah bib it bencana keluarganya. Bawahannya diperintahkan untuk membongkar kuil tersebut dan selanjutnya melarang orang-orang datang ke tempat itu lagi. Melihat ini Ne Zha menjadi dendam kepada ayahnya. Setelah tiba saatnya untuk menjelma kembali, gurunya mengambil daun dan bunga teratai, disusun seperti tubuh manusia lalu dijelmakan menjadi badan Ne Zha yang baru. Sekarang Ne Zha telah hidup kembali. Sang guru lalu mengajamya ilmu silat tombak dan memberinya sepasang roda berapi. Dengan rnenggenggarn tombak dan naik roaa api itu, Ne Zha pergi mencari ayahnya untuk membalas dendam. Li Jing tak tak dapat mengalahkan anaknya dan melarikan diri. Seorang Pendeta yang bernama Wen Shu Guang Fa Tian Zun (Bun Cu Kong Hoat Thian Cun-Hokkian) menolong Li Jing. Dengan sebuah pagoda wasiat dia mengurung Ne Zha. Setelah Ne Zha tidak berdaya, dan atas permintaan gurunya, Tai Yi, dia dibebaskan dengan syarat tidak akan memusuhi ayahnya lagi. Untuk menjaga agar kelak Ne Zha tidak berbuat yang kurang baik terhadap ayahnya, maka pagoda wasiat itu diberikan kepada Li Jing untuk menaklukkan Ne Zha. Selanjutnya Li Jing tidak peraah lepas dari pagoda wasiatnya itu. Mungkin karena Ne Zha menaklukkan Raja Naga di Laut Timur inilah, maka ialah dianggap sebagai malaikat pelindung anak-anak, terutama apabila mereka bermain di pesisir atau mandi di sungai. Selanjutnya, dalam novel Feng Shen diceritakan sebagaimana Ne Zha beserta ayahnya dan saudara-saudara membantu Jiang Zi Ya (Kiang Tju Gee-Hokkian) mendirikan dinasti Zhou. Setelah peperangan selesai, mereka diangkat sebagai panglima-panglima langit. Li Jing diberi gelar Tuo Ta Tian Wang (Tok Tha Thian Ong-Hokkian), ditampilkan dengan pakaian perang lengkap dengan sebelah tangan membawa pagoda kecil. Li Ne Zha di angkat sebagai Zhong Tan Yuan Shuai (Tiong Than Goan Swee-Hokkian) yang berarti “panglima perang besar yang menguasai panggung tengah”, di tampilkan dalam bentuk seorang anak remaja, memakai konde sepasang, berdiri diatas sepasang roda angin dan api, menggenggam sebatang tombak berujung api dan sebelah tangan menggenggam gelang jagat raya. Ada juga yang menampilkan Ne Zha dengan berkepala tiga dan bertangan enam.
Hari lahir Ne Zha atau Tai Zi Ye alias Zhong Tan Yuan Shuai ini diperingati pada tanggal 9 bulan 9 Imiik. Hari kenaikannya ke langit jatuh pada tanggal 8 bulan 4 Imlik. Perayaan ini biasanya dirayakan secara meriah dan besar-besaran.