Kwan Tek Kun
Guan Di (Koan Te-Hokkian) atau secara umum di sebut Guan Gong (Koan Kong-Hokkian) yang berarti Paduka Guan, adalah seorang panglima perang kenamaan yang hidup pada jaman San Guo (221-269 M). Nama aslinya adalah Guan Yu (Koan I-Hokkian) alias Guan Yun Chang (Koan In Tiang-Hokkian). Oleh kaisar Han, ia diberi gelar Han Shou Ting Hou (Han Siu Teng Houw-Hokkian).
Guan Di dipuja karena kejujuran dan kesetiaannya. Dia adalah lambang atau tauladan kesatria sejati yang selalu menempati janji dan setia pada sumpahnya. Sebab itu Guan Di banyak dipuja dikalangan masyarakat, disamping kelentengkelenteng khusus. Gambar-gambarnya banyak dipasang dirumah-rumah pribadi, toko, Bank, kantor polisi, pengadilan sampai ke markas organisasi mafia. Para anggota perkumpulan rahasia itu biasanya melakukan sumpah setia dihadapan altar Guan Di.
Disamping dipuja sebagai lambang kesetiaan dan kejujuran, Guan Di dipuja sebagai Dewa pelindung perdagangan, Dewa pelindung kesusasteraan dan Dewa pelindung rakyat dari malapetaka peperangan yang mengerikan. Julukan Dewa Perang sebagai umumnya dikenal dan dialamatkan kepada Guan Di, harus diartikan sebagai dewa untuk menghindarkan peperangan dan segala akibatnya yang menyengsarakan rakyat, sesuai dengan watak Guan Yu yang budiman.
Guan Yu adalah penduduk asli kabupaten Hedong (sekarang Jiezhou) di propinsi Shanxi. Bentuk tubuhnya tinggi besar, beijenggot panjang dan berwajah merah. Tentang wajahnya yang berwama merah ini ada cerita tersendiri yang tidak terdapat dalam novel San Guo (Kisah Tiga Negeri).
Suatu hari dalam pengembaraannya, Guan Yu benumpa dengan seorang tua yang sedang menangis sedih. Ternyata anak perempuan satu-satunya dengan siapa hidupnya bergantung, dirampas oleh wedana setempat untuk dijadikan gundik. Guan Yu, yang berwatak budiman dan tidak suka sewenang-wenang semacam ini, naik darah. Dibunuhnya wedana yang jahat itu dan sang gadis dikembalikan pada orang tuanya. Tapi dengan perbuatan ini Guan Yu sekarang menjadi buronan. Dalam pelariannya itu ia sampai di celah Dongguan di propinsi Shanxi. Ia lalu membasuh mukanya di sebuah sendang kecil yang terdapat dipegunungan itu. Seketika rupanya berubah menjadi merah, sehingga tidak dapat dikenali lagi. Dengan mudah ia menyelinap diantara pada petugas yang diperintah untuk menangkapnya tanpa diketahui Riwayat Guan Yu selanjutnya dan sampai akhir hayatnya ditulis dengan sangat indah dalam novel San Guo yang terkenal itu. Dalam babak pertama dalam novel tersebut diceritakan bagaimana Guan Yu dalam pengembaraannya berjumpa dengan Liu Bei (Lauw Pi-Hokkian) dan Zhang Fei (Thio Hwi-Hokkian) disebuah kedai arak. Dalam pembicaraan mereka ternyata cocok dan sehati, sehingga memutuskan untuk mengangkat saudara. Upacara pengangkatan saudara ini, diiaksanakan di rumah Zhang Fei dalam sebuah kebun buah Tao atau Persik. Liu Bei menjadi saudara tertua, Guan Yu yang kedua dan Zhang Fei bontot. Bersama-sama mereka bersumpah sehidup semati dan beijuang untuk membela negara. Peristiwa ini yang terkenal dengan nama “Tao -yuan-jie-yi” (Tho Wan Kiat Gi-Hokkian) atau “Sumpah Persaudaraan di kebun buah persik”, sangat dikagumi oleh orang dari jaman kejaman dan dianggap sebagai lambang persaudaraan sejati yang diidam-idamkan. Lukisan tiga bersaudara ini sedang melaksanakan upacara sumpah ini banyak menjadi obyek lukisan, pahatan, patung keramik yang sangat disukai orang sampai dewasa ini.
Selanjutnya diceritakan ketiga saudara angkat ini membentuk pasukan sukarela untuk memerangi kaum pemberontak Destar Runing yang pada waktu itu sangat menggoncangkan sendi-sendi Kerajaan Han yang telah rapuh. Dalam pertempuran itu mereka memperlihatkan kegagahan sebagai prajurit dan pimpinan militer yang cakap.
Kegagahan Guan Yu menjadi perhatian orang pertarna kali pada saat teijadi pertempuran di benteng Hu-luo-guan. Waktu itu Liu Bei bersama kedua adiknya bergabung dengan ke-18 Raja Muda yang membentuk pasukan gabungan untuk menumpas Dong Zhuo (Tang Toh-Hokkian) yang lalim. Dong Zhuo mengangkat diri menjadi perdana menteri dan dengan seenaknya sendiri makzulkan Kaisar, dan menggantikannya dengan Kaisar kecil yang menjadi bonekanya. Di Hulouguan teijadi pertempuran besar antara pasukan gabungan para Raja Muda melawan bala tentara Dong Zhuo yang dipimpin oleh seorang panglima yang gagah perkasa, Hua Xiong (Hoa Hiong-Hokkian). Dalam beberapa kali pertempuran pasukan Raja Muda mengalami kerusakan besar, dan beberapa panglimanya tewas ditangan Hua Xiong. Yuan Xiao dan Cao Cao, yang menjadi pimpinan gerakan itu jadi gelisah. Tiba-tiba Guan Yu menyanggupkan diri untuk maju ke medan perang menghadapi Hua Xiong Semua orang memandang rendah kemampuannya, hanya Cao Cao yang melihat kehebatan terpendam yang ada pada diri Guan Yu. Dengan secawan arak yang masih hangat Cao Cao mempersilahkan Guan Yu minum sebelum maju ke medan laga. Guan Yu menolak, ia minta agar arak itu ditunda setelah ia pulang dengan membawa kepala Hua Xiong. Di medan laga, hanya dengan beberapa gebrakan saja Hua Xiong jatuh dan tewas di ujung senjata Guan Yu. Dengan membawa kepala Hua Xiong, Guan Yu pulang ke kubunya, disambut oleh Cao Cao dengan arak yang masih hangat. Sejak itu Cao Cao mulai tertarik kepada Guan Yu.
Hu-luo-guan masih sekali lagi menjadi saksi kehebatan Guan Yu. Dengan gugumya Hua Xiong, Dong Zhuo lalu mengangkat Lii Bu (Lu Poh-Hokkian) sebagai komandan pasukannya. Lii Bu adalah seorang yang gagah perkasa yang jarang ada tandingannya di medan laga pada jaman itu. Dengan senjata tombak bercagak, Lii Bu mengobrak-abrik pasukan para Raja Muda tanpa ada yang mampu menghalanginya. Pada saat yang genting itu, Guan Yu maju ke depan dan mencegat Lii Bu. Keduanya bertempur dengan sem tanpa ada yang kalah dan yang menang. Melihat saudaranya sulit mengalahkan lawan, Liu Bei dan Zhang Fei segera mengeprak kudanya untuk mengerubuti Lii Bu. Pertempuran antara ketiga saudara mengembuti Lii Bu, banyak menjadi obyek lukisan yang menarik. Akhirnya Lii Bu merasa tak dapat memenangkan mereka, ia lalu memutarkan kudanya dan mengundurkan diri. Pertempuran yang bersejarah ini diperingati orang sebagai San Ying Zhan Lii Bu atau Tiga Pahlawan Menempur Lii Bu.
Kesetiaan Guan Yu terhadap saudara-saudaranya angkat juga dikisahkan dengan menarik dalam novel sejarah ini. Dikisahkan setelah loios dan usaha pembunuhan oleh suatu komplotan yang dipimpin oleh Dong Cheng (Tang Sin-Hokkian), Cao Cao makin menancapkan kuku kekuasaannya di ibukota, tanpa ada yang berani menentang. Sampai-sampai Kaisarpun harus memperoleh ijinnya terlebih dahulu apabila akan menemui seseorang. Cao Cao berusaha menyingkirkan Liu Bei, yang dianggap duri dalam daging. Liu Bei pada waktu itu ada di kota Xuzhou. Bala tentara dikemhkan untuk menggempur kota kedudukan Liu Bei. Bersama Zhang Fei, Liu Bei berusaha menahan serbuan dari pasukan Cao Cao yang tak seimbang jumlahnya. Liu Bei dan Zhang Fei melarikan diri dengan berpencar diikuti tentaranya yang ceraiberai. Setelah Xuzhou jatuh, Cao Cao lalu mengerahkan pasukannya menggempur Xiapei, tempat kedudukan Guan Yu dan keluarga Liu Bei. Karena kalah jumlahnya, akhirnya Guan Yu terkepung disebuah bukit. Cao Cao yang telah lama mengagumi pribadi Guan Yu, berusaha menarik Guan Yu agar mau menakluk kepihaknya. Menyadari resiko dan tanggung jawab akan keselamatan keluarga kakaknya, Guan Yu memutuskan menyerah, tapi dengan sarat bahwa walaupun bekeija untuk Cao Cao ia tetap setia pada Liu Bei, kakaknya dan begitu tahu dimana Liu Bei berada ia akan segera pergi untuk bergabung dan meninggalkan Cao Cao.
Mulanya Cao Cao ragu -ragu menerima syarat ini. Tapi ia beranggapan bahwa apabila ia memperlakukan Guan Yu lebih baik dari apa yang telah dilakukan Liu Bei, tentu Guan Yu akan tetap memihak dia.
Begitulah Guan Yu menakluk pada Cao Cao. Cao Cao memperlakukannya secara istimewa dan penuh dengan penghormatan. Pernah suatu ketika di peijalanan kembali ke kota raja, Cao Cao sengaja hanya menyediakan satu kamar ditempati rombongan Guan Yu. Tapi Guan Yu tetap teguh hati. Dibiarkannya tempat itu ditempati oleh dua orang istri Liu Bei, sedang dia sendiri menjaga di depan pintu dengan golok terhunus sambil membaca kitab Chun Qiu (kitab catatan hikayat jaman Chun-qiu yang ditulis oleh Nabi Kong Zi). Pose Guan Yu membaca kitab Chun-qiu ini menjadi salah satu topik yang juga banyak disukai oleh pelukis dan pemahat pada jaman kemudian. Berulang kali Cao Cao berusaha merebut hatinya, tapi selalu gagal. Suatu hari Cao Cao menghadiahkan jubah kebesaran kepada Guan Yu ketika dilihatnya bajunya sudah tua dan lusuh. Guan Yu segera menanggalkan baju lamanya dan mengenakan baju baru pemberian Cao Cao. Tapi Guan Yu lalu mengenakan baju tuanya kembali diluar baju baru dari Cao Cao. Ketika Cao Cao dengan heran bertanya, ia menjav/ab “baju tua ini adalah pemberian kakak angkatku Liu Bei, walaupun aku kini mengenakan baju baru pemberian Paduka Perdana Menteri, tidak seyogyanya aku meiupakan budi kakak angkatku”. Mendengar jawaban ini, kekaguman Cao Cao makin bertambah.
Hadiah-hadiah berupa emas, perak tak terhitung banyaknya, tapi Guan Yu tidak pernah menyentuhnya. Barang-barang tersebut hanya ditumpuk dalam gudang. Puluhan wanita cantik yang dikirimkan kepadanya di serahkan untuk melayani kedua kakak ipamya, tanpa ia merasa tertarik untuk memiliki. Dia dapat menjaga budi pekerti dan kesusilaan sehingga lawan-lawannya segan dan kagum kepadanya.
Untuk mengambil hati Guan Yu. Cao Cao menghadiahkan seekor kuda yang disebut Chi-tu (kelinci merah) kepadanya. Kuda ini adalah bekas tunggangan Lii Bu yang dapat berjalan 1.000 li dalam 1 hari. Seketika itu juga Guan Yu berlutut untuk menghaturkan terima kasih kepada Cao Cao. Cao Cao dengan heran lalu bertanya “Aku telah menghadiahkan banyak barang kepada Jenderal, tapi Jenderal hanya menerima dengan biasa saja. Tapi kini demi seekor kuda, Jenderal lutut dihadapanku, sungguh aneh”. Guan Yu segera menjawab “Barang lain walau bagaimana berharganya, aku tidak memperdulikan. Tapi dengan memiliki kuda ini, begitu aku mendengar kabar di mana kakakku, Liu Bei berada, aku dapat dengan cepat pergi menemuinya”. Mendengar ini Cao Cao menyesal bukan buatan. Liu Bei yang melarikan diri dari Xuzhou akhirnya diterima oleh Yuan Xiao (Wan Siaifw-Hokkian) penguasa wilayah Hebei. Atas saran Liu Bei, Yuan Xiao menggerakkan tentaranya untuk menyerang Cao Cao. Pasukan Yuan Xiao ini dipimpin oleh panglimanya yang terkenal yaitu Yan Liang (Gan Liang-Hokkian). Para panglima Cao Cao tak dapat menahan serbuan Yan Liang, bahkan beberapa panglimanya tewas. Cao Cao gelisah melihat kegagahan panglima musuh ini. Guan Yu minta ijin untuk melawan Yan Liang, sekaligus untuk membalas budi Cao Cao. Yan Liang terbunuh hanya dengan sekali gebrakkan saja. Wen Chou (Bun Ciu-Hokkian), juga salah satu panglima gagah yang diandalkan oleh Yuan Xiao, memimpin pasukannya untuk menuntut balas. Kembali pertempuran berkobar, dan beberapa panglima Cao Cao terbunuh diujung senjata Wen Chou. Kembali Guan Yu maju ke medan perang dan berhasil menumbangkan pahlawan dari Hebei itu, tanpa mengetahui bahwa Liu Bei ada di pasukan musuh.
Kemudian secara rahasia Liu Bei berhasil mengadakan kontak dengan Guan Yu dan menjelaskan dimana dia berada sekarang. Bergegas-gegas Guan Yu bersiap untuk pergi bersama kedua ipamya dan beberapa pengiring. Sesuai dengan janjinya ia akan pergi secara jantan, dengan berpamitan kepada Cao Cao. Cao Cao secara licik selalu menghindar agar Guan Yu jangan sampai bertemu dengannya. Akhirnya Guan vu memutuskan untuk berangkat walau tanpa perkenaan Cao Cao, dengan meninggalkan barang-barang berharga termasuk para wanita cantik hadiah Cao Cao dan sepucuk surat perpisahan. Dengan menunggang kuda, Guan Yu ditemani oleh beberapa pengiring, mengawal kedua kakak ipamya melewati kota-kita yang dijaga oleh para panglima Cao Cao. Karena mencegah lewatnya Guan Yu, enam panglima yang menjaga lima kota tewas ditangannya. Begitulah akhirnya Guan Yu dapat bergabung kembali dengan Liu Bei dan Zhang Fei, dan bersama-sama mereka merintis usaha untuk menegakkan negara Shu yang akan menjadi salah satu dari tiga negeri atau San Guo. Berkat keuletannya dalam berjuang akhirnya Liu Bei berhasil mengundang seorang ahli militer dan politik kenamaan yaitu Zhuge Liang alias Kong Ming (Cut-Kat Liang alias Kong Bing-Hokkian), untuk menjadi penasehatnya. Pada waktu itu Cao Cao mengerahkan pasukan besar-besaran untuk menyapu daerah kekuasaan Liu Bei.
Dalam beberapa kali pertempuran pasukan-pasukan Liu’Bei terdesak. Atas saran Zhuge Liang. Liu Bei mengadakan persenkatan dengan Sun Quan (Sun Kwan-Hokkian) untuk melawan Cao Cao. Berkata usaha Zhuge Liang akhirnya pasukan gabungan Liu Bei dan Sun Quan berhasil menghancurkan armada perang Cao Cao dalam pertempuran di Chibi yang terkenal. Pasukan Cao Cao mundur ke darat, di sana pasukan-pasukan Liu Bei besiap memberikan pukulan yang terakhir. Pertempuran di Chibi ini betul-betul menghabiskan energi Cao Cao, sehingga sejak itu ia tak berani bergerak ke selatan lagi. Dikisahkan dengan sisa-sisa pasukannya Cao Cao yang tidak seberapa jumlah mengundurkan diri ke utara. Seperti yang telah diperhitungkan oleh Zhuge Liang, Cao Cao telah melewati suatu celah strategis yang disebut Huarong. Tugas menjaga jalur penting ini dipercayakan kepada Guan Yu. Mulanya Zhuge Liang ragu apakah Guan Yu akan dapat menangkap atau membunuh Cao Cao, sebab penasehat militer ulung ini sangat faham watak jenderal yang sangat mengutamakan Dudi ini. Bukankah Cao Cao pemah menanam budi pada Guan Yu, pada waktu Guan Yu berpihak pada Cao Cao. Guan Yu berkeras akan menjalankan tugasnya, bahkan sedia dihukum mati bila dia sampai gagal. Melihat tekadnya, Zhuge Liang akhirnya menerima dan memberinya tugas untuk menjaga jalur vital itu. Cao Cao sesuai dengan perhitungan, lewat di Huarong. Guan Yu segera menghadang dan akan membunuhnya. Cao Cao melihat Guan Yu, segera turun dan kuda dan herlutut mohon dia dibiarkan lewat, sambil mengingatkan Guan Yu betapa ia memperlakukannya pada waktu Guan Yu menyerah kepadanya. Melihat keadaannya Cao Cao yang compang-camping dan perajuritnya yang tinggal tak seberapa itu, Guan Yu tergerak hatinya, bagaimanapun dulu Cao Cao pernah menanam budi kepadanya. Akhirnya ia rela melepaskan musuhnya itu, sebagai balasan atas perlakuan baik pada dirinya pada masa lalu, dan dengan tegap kembali kehadapan Zhuge Liang untuk bersedia dihukum mati karena telah menelantarkan tugas utamanya. Atas saran Liu Bei, Guan Yu dibebaskan dari hukuman. Zhuge Liang sendiri juga menyadari bahwa memang Cao Cao belum saatnya tumpas. Perbuatan Guan Yu ini sangat dikagumi oleh orang dari jaman kejaman, sehingga ia diangkat sebagai dewata dan banyak dipuja dan dihormati.
Sampai akhir hayatnya Guan Yu tetap setia pada saudara-saudara angkatnya. Pada waktu itu Liu Bei sudah berhasil mendirikan kerajaan dengan nama Shu (Siok-Hokkian) yang merupakan kelanjutan Kerajaan Han yang dirampas oleh Cao Cao, wilayahnya yang meliputi propinsi Sichuan sekarang dengan ibukota Chengdu. Cao Cao menguasai daerah lembah sungai Huanghe (Sungai Kuning) dan mendirikan Kerajaan Wei (Gui-Hokkian) dengan ibukota Luoyang. Sun Quan mendirikan Kerajaan Wu (Gouw-Hokkian) dengan ibukota Wuchang, kemudian dipindahkan ke Nanjing yang meliputi wilayah yang membentang dari tengah dan hilir sungai Yangzi. Keadaan yang disebut Tiga Negeri sudah terbentuk. Guan Yu yang menjaga kota stiategis, Jingzhou berusaha meluaskan kekuasaannya dengan menyerbu ke utara. Dengan waktu singkat dapat di rebut kota Fancheng dan memukul mundur pasukan Cao Cao yang dipimpin oleh jenderalnya yang bemama Cao Ren (Co Jin-Hokkian). Kemudian ketika balatentara Cao Cao dengan jumlah besar datang memberikan bantuan, Guan Yu berhasil menghaneurkan mereka dengan menenggelamkan dalam banjir dan pimpinannya, Pang De (Bang Tek-Hokkian), dan Yu Jin tertawan. Memahami situasi yang tak menguntungkan pihaknya, Cao Cao segera mengajak Sun Quan untuk berserikat. Sun Quan, yang telah lama menginginkan kota Jingzhou, yang dikuasai Guan Yu, kembali ke dalam wilayah kekuasaannya, setuju dan mengerakkan pasukan merebut Jingzhou. Guan Yi akhirnya berhasil dijebak dan ditawan, kemudian dihukum mati karena menolak untuk menakluk. Karena takut karena pembalasan Liu Bei, kepala Guan Yu dikirimkan ke tempat Cao Cao. Guan Yu gugur pada tahun 219 Masehi dalam usia 60 tahun. Cao Cao yang telah lama kagum kepada Guan Yu, mexnakamkan kepalanya, setelah di sambung dengan tubuh dari kayu cendana, secara kebesaran.
Kuburan kepala Guan Yu ini, terletak di propinsi Henan kira-kira 7 Km sebelah utara kota Luoyang. Pemandangan di situ sangat indah, sedangkan bangunan kuburannya sangat megah seakan-akan sebuah bukit kecil dari kejauhan. Sekeliling bangunan itu ditanami pohon Bai (Cypress) yang selalu hijau, melambangkan semangat Guan Yu yang tidak pernah padam dan abadi dari jaman kejaman. Pohon-pohon itu kini sudah menghutan dan ratusan tahun umurnya, sebab itu tempat tersebut diaamakan Guan Lin atau Hutan Guang Gong. Batu nisannya adalah hadiah dari kaisar dinasti Qing, dimana makam itu dipugar kembali.
Berdekatan dengan Guan Lin, terdapat sebuah kelenteng peringatan untuk mengenang Gua n Yu, yang dibangun pada jaman dinasti Ming. Kelenteng itu merupakan hasil seni bangunan dan seni ukir yang bermutu tinggi, sehingga merupakan obyek wisata yang selalu dikunjungi para wisatawan dari dalam negeri dan luar negeri. Kelenteng peringatan Guan Yu yang terbesar diseluruh Tiongkok terdapat di Jiezhou, propinsi Shanxi. Jiezhou, yang pada jaman San Guo disebut Hedong, adalah kampung halaman Guan Yu. Kelenteng itu memiliki keindahan bangunan dan arsitektur yang sangat mengagumkan, dan merupakan salah satu obyek wisata terkemuka di Shanxi.
Sebagai Dewata, Guan Di dipuja oleh Umat Taoisme, Konfusianisme dan Buddhisme. Kau m Taoist memujanya sebagai Dewata Pelindung dari ma-lapetaka peperangan, sedangkan kaum Konfusianisme menghormati sebagai Dewa Kesusasteraan dan kaum Buddhis memujanya sebagai Hu Fa Qie Lan atau Qie Lan Pelindung Dharma. Menurut kaum Buddhist, setelah Guan Yu meninggal, arwahnya muncul dihadapan rahib Pu Jing di kuil Yu Quan Si di gunung Yu Quan Shan, propinsi Hubei. Rahib Pu Jing pernah menolong Guan Yu yang akan dicelakai seorang panglima Cao Cao, dalam peijalanan bergabung dengan Liu Bei. Setelah itu karena takut pembalasan Cao Cao si rahib menyingkir ke gunung Yu Quan Shan dan mendirikan Kuil Yu Quan Si. Ii u Bei yang sangat berterima kasih akan budi Rahib Pu Jing kepada adik angkatnya itu, lalu memberikan dana yang cukup besar untuk membangun kelenteng Yu Quan Si sebagai balas budi.
Setelah meninggal, roh Guan Yu kemudian pergi menemui Rahib Pu Jing yang ketika itu sedang bersemedi. Guan Yu menampakkan diri di hadapan Rahib itu, tempat penampakan roh Guan Yu itu kemudian ditandai oleh sebatang pilar batu yang bertuliskan “Di sini tempat Guan Yun Chang dari dinasti Han menampakkan diri”. Pilar batu itu adalah hadiah dari kaisar Wan Li jaman dinasti Ming dan masih bisa dilihat sampai sekarang.
Kepada Rahib Pu Jing, roh Guan Di minta pelajaran Dharma. Sejak itu Guan Di menjadi pengikuti Buddhist, dan berikrar menjadi pengawal agama Buddha dan ajarannya. Telah lebih dari 1000 tahun sejak itu Guan Di dipuja sebagai Boddhisatwa Pelindung Buddhadhanna.
Penghormatan terhadap Guan Yu sebagai orang ksatria yang teguh terhadap sumpahnya, tidak goyah akan harta kekuasaan dan kedudukan dan setia terhadap saudara-saudara angkatnya, menyebabkan ia memperoleh penghormatan yang tinggi oleh kaisar-kaisar jaman berikutnya. Guan Yu memperoleh gelar yang tidak tanggung-tanggung ia disebut “Di” yang berarti “Maha Dewa atau “Maha Raja”. Sejak itulah ia disebut Gua n Di atau Guan Di Ye (Koan Te Ya-Hokkian) yang berarti Paduka Maha Raja Guan”, sebutan kedewaan yang sejajar dengan Xuan Tian Shang Di. Tercatat di sini beberapa gelar kehormatan untuk Guan Yu yang dianugerahkan oleh kaisar-kaisar dari berbagai dinasti:
- Pada tahun 1120 Kaisar Wei Zong dari dinasti Song memberi gelar kehormatan sebagai “Zhong-yi-hou atau Raja Muda nan setia dan berbudi” Delapan tahun kemudian sejak itu, Kaisar Gao Zong menambah dengan sebutan Xie Tian Shang Di atau Maharaja Agung dan penentram langit (Hiap Thian Siang Te-Hokkian).
- Kaisar Wen Zong dari dinasti Yuan (Mongol) pada tahun 1330, menghormatinya dengan tambahan gelar “Wen Heng Di Jun atau Maharaja Kesusasteraan Yang Abadi”.
- Kemudian pada tahun 1594 Kaisar Wan Li dari dinasti Ming memberi gelar “Zhong-yi Da Di yang berarti Maharaja Agung yang berbudi dan setia”. Pada jaman ini lebih banyak lagi kelenteng untuknya didirikan. sedangkan yang telah ada dipugar diselumh negeri agar masyarakat luas dapat lebih leluasa menghormatinya.
- Tahun 1813 Kaisar Jia Qing dari dinasti Qing (Manzhu) melengkapi gelar untuk Guan Yu dengan menyebutkan “Wu Sheng Guan Gong atau Guan Gong orang bijak kemiliteran”.
- Pada tahun 1813, konon Guan Di menampakkan diri membantu pasukan kerajaan dalam pertempuran dengan pasukan pemberontakan. Sejak itu kaisar Xian Feng msngangkat sebagai Dewata Pelindung Kerajaan dan menambah sebutan Fu-Zi yang berarti Nabi, setara dengan nabi Besar Kong Fu-Zi (Kong Hu Cu -Hokkian) dalam upacara kehormatan.
Guan Di ditampilkan dengan berpakaian perang 1 lengkap, kadang-kadang membaca buku dengan putra angkatnya Guan Ping i(Koan Ping-Hokkian)) yang memegang cap kebesaran dan Zhou Chang pengawalnya yang setia, bertampang hitam brewokan, memegang golok Naga Hijau Mengejar Rembulan, senjata andalan tuannya. Guan Ping memperoleh gelar Ling Hou Tai Zi (Leng Kouw Thay Cu-Hokkian), hari kelahirannya diperingati tanggal 13 bulan 5 Imlik, sedangkan Zhou Chang (Ciu Jong-Hokkian) atau Jenderal Zhou, diperingati hari kelahirannya pada tanggal 20 bulan 10 Imlik. Dalam pernujaan dikalangan Buddhis, Guan Yu dipuja sendirian tanpa pengiring. Sering juga ditampiikan sebagai Qie Lan Pu Sa (Ka Lam Po Sat-Hokkian) atau Boddhisatwa Pelindung, bersama -sama Wei Tuo.
Hari tahunan Guan Di jatuh pada tanggal 13 bulan 2 dan tanggal 13 bulan 5 Imlik, di Singapura dan Malaysia. Sedangkan di Hongkong, Taiwan dan Daratan Tiongkok memperingati kelahirannya pada tanggal 24 bulan 6 Imlik, tanggal 13 bulan 1 Imlik sebagai hari kenaikkannya.
Seiring dengan mengalimya para emigran Tionghoa ke luar Tiongkok, pernujaan Guan Di tersebar ke negara-negara yang menjadi tempat Linggal para perantau itu. Di Malaysia, jSingapura dan Indonesia banyak sekali kelenteng yang memuja Guan Yu. Di Indonesia kelenteng yang khusus memuja Guan Yu, dan terbesar dengan wilayah seluas kira-kira 4 Ha adalah kelenteng Guan Sheng Miao di Tuban, Jawa Timur.
Di tempat pemujaan Guan Di biasanya ikut dipuja juga seorang tukang kuda yang dipanggil Ma She Ye atau Tuan Ma. Ia bertugas merawat kuda tunggangan Guan Di yang disebut Chi-tu-ma (Cek Thou Ma-Hokkian) atau Kelinei Merah, yang dalam sehari bisa menempuh jarak 500 Km tanpa merasa lelah. Hari lahir Ma She Ye ini diperingati pada tanggal 13 bulan 4 Imlik.
Di beberapa kelenteng di wilayah Taiwan, bersama-sama Guan Di dipuja juga Zhang Fei, sang adik angkat, Liu Bei sang kakak, dan Zhao Zi Long (Thio Cu Liong-Hokkian). ZhaoZi Long atau Zhao Yun (Thio In-Hokkian) adalah panglima perang yang terkenal berani yang membantu Liu Bei menegakkan negaranya. Jasa Zhao Yun yang terutama adalah bahwa ia pernah menyelamatkan putra Liu Bei dari tangan musuh-musuhnya. Pada waktu itu Liu Bei sedang menghadapi situasi kritis, serbuan pasukan Cao Cao memaksanya mengundurkan diri untuk membangun pertahanan yang aman.
Zhao Yun pada waktu itu bertugas mengawal keluarga Liu Bei. Dalam keadaan kacau-balau akibat serbuan pasukan Cao Cao, Zhao Yun kehilangan isteri Liu Bei bersama putranya. Ia lalu membalikkan kudanya dan menerjang kembali barisan musuh untuk mencari isteri junjungannya itu. Para panglima Cao Cao menyerbunya. Seorang diri Zhao Yun meneijang, siapa yang menghalangi tewas kena tebasan pedang dan tombaknya. Berpuluh-puluh pahlawan Cao Cao tewas di tangannya. Akhimya isteri Liu Bei yaitu nyonya Mi, ditemukan berlindung di sebuah rumah yang sudah runtuh di dekat sebuah sumur dengan putra dipelukkannya. Zhao Yun meminta sang nyonya menaikki kudanya, ia mengawalnya sambil beijalan menerobos kepungan musuh yang berlapis-lapis. Tapi sang nyonya yang memahami kesulitan pahlawan ini, menolak. Setelah menyerahkan putranya agar diselamatkan oleh Zhao Yun, ia lalu meneijunkan diri ke dalam sumur. Seorang diri Zhao Yun kembali meneijang kepungan musuh, sampai akhirnya berhasil lolos dan menyerahkan sang bayi kepada Liu Bei yang menunggu dengan cemas. Kepahlawanan Zhao Yun ini dilukiskan dengan sangat menawan dalam novel San Guo. Zhao Yun atau Zha o Zi Long secara umum disebut Zi Long Ye atau Paduka Zi Long. Hari lahimya diperingati pada tanggal 16 bulan 2 Imlik.
Zhang Fei diperingati kelahirannya pada tanggal 13 bulan 8 Imlik. Sebuah kuil peringatan untuk Zhang Fei terdapat di kaki gunung Fei-feng-shan, di iepi Sungai Yang Zi di luar kota Yunyang, propinsi Sichuan, yang dibangun lebih dari 1700 tahun yang lalu, pada akhir Kerajaan Shu.
Ii u Bei diperingati pada tanggal 24 bulan 4 Imlik. Pemujaan secara bersama-sama Liu Bei, Guan Yu dan Zhang Fei juga sering terdapat untuk mengenang sumpah persaudaraan mereka yang abadi dan dikagumi orang dari jaman ke jaman.